Sumenep, Madura Update – Konsep Sumenep Pentahelix yang dicanangkan Bupati Sumenep Achmad Fauzi Wongsojudo ternyata jauh panggang dari api.
Kolaborasi dan koordinasi yang baik antar elemen yang diinginkan Bupati Sumenep Achmad Fauzi dalam konsep Sumenep Pentahelix justru tidak bisa diterjemahkan oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Hal ini terbukti ketika Diskominfo Sumenep meminta wartawan untuk wawancara Dinas Pendidikan terkait prestasi murid, kesejahteraan guru dan pembangunan gedung sekolah di Sumenep dalam dua tahun terakhir.
Sayangnya, konfirmasi wartawan ke Dinas Pendidikan Sumenep belum membuahkan hasil. Kendalanya, data yang dihimpun masih dalam proses tahapan validasi.
“Masih kami rampungkan dengan para bidang, waktunya lumayan lama. Sementara personel di sini masih sibuk ke kegiatan dinas yang lain,” kata Kabid Pembinaan SD Dinas Pendidikan Sumenep, Ardiansyah Ali Shochibi pada wartawan, Rabu (29/5/2024).
Ia menegaskan, bahwa data ini memang cukup memakan waktu, minimal satu bulan. Sebab, harus turun langsung ke sejumlah sekolah.
Tidak hanya itu, Disdik Sumenep juga menyebut bahwa Diskominfo main caplok program yang ada Dinas Pendidikan Sumenep.
“Itu Diskominfo juga asal caplok tanpa koordinasi dulu ke sini. Itu konsep kita di (dinas pendidikan, red) dan masih kami rapatkan dengan para bidang,” sambung Ardiansyah saat ditemui di kantornya.
Siapa sangka, pandangan ini malah tak digubris oleh Diskominfo Sumenep. Malahan, pihak dinas menyarankan untuk materi pendidikan bisa dikonfirmasi ke OPD lain seperti Bappeda.
“Kan bisa ke Bappeda, tidak harus ke dinas pendidikan. Coba tulis soal SMA yang di Kalianget itu,” kata Kabid Informasi dan Komunikasi Diskominfo Sumenep, Sujatmiko, saat ditemui wartawan di kantornya belum lama ini.
Bukti lain, tidak hanya terjadi saat berkolaborasi bersama dinas pendidikan, program Sumenep pentahelix dengan Disbudporapar juga dinilai amburadul.
Hal ini dibuktikan dengan sejumlah kegiatan atau event yang sudah berlangsung. Misalnya saja, Festival Jaran Serek yang banyak kecaman dari beberapa pihak termasuk DPRD Sumenep.
Ketua Komisi IV DPRD Sumenep, Akis Jasuli, mengkritik keras terkait event tersebut.
Dia menyampaikan, ada banyak penyimpangan makna dari diselenggarakannya Festival Jaran Serek tersebut.
“Jangan ada penyesatan dan pembodohan terhadap masyarakat terkait otentikasi kebudayaan dan tidak boleh ada distorsi historical culture,” kata Akis dalam keterangannya, Minggu (19/5/2024) lalu.
Akis menilai, penggunaan istilah dalam materi promosi Festival Jaran Serek tidak mencerminkan makna asli dari tradisi tersebut.
“Hal ini yang dapat menyesatkan masyarakat tentang otentikasi kebudayaan. Penggunaan istilah dalam materi promosi acara Festival Jaran Serek disebut-sebut tidak mencerminkan makna asli dari tradisi itu,” kata Akis menegaskan.
Senada dengan itu, Budayawan Sumenep, Tadjul Arifin R, turut mengomentari Festival Jaran Serek yang digelar Pemkab setempat.
Tadjul menjelaskan, bahwa ada empat macam permainan kuda. Di antaranya Teggharan, Jaran Serek, Jaran Kenca’ dan Tandhang.
“Nah, yang biasa diselenggarakan Pemkab ini jenis Jaran Tandhang, bukan Jaran Kenca’ maupun Jaran Serek,” katanya.
Tajdul Arifin R menjelaskan, ada 4 jenis permainan dalam kontes kebudayaan di Madura utamanya di Kabupaten Sumenep, salah satunya hewan berupa kuda (Jaran, dalam bahasa Madura).
Simak jenis permainan kuda di bawah ini yang menjadi tradisi sejak dulu versi Budayawan Sumenep.
1. Teggharan : Yaitu adu lari cepat yang dilakukan sepasang- sepasang kuda untuk mencapai garis finish.
Biasanya, Teggharan diperlombakan untuk memperebutkan juara 1, 2 hingga 3 pada berbagai kompetisi.
2. Jaran Serek : Yaitu diperlombakan oleh dua pasang kuda mulai dari start hingga finish dengan cara didandan.
Biasanya, Jaran Serek berjalan dengan cara Aserek atau Nyirek (berjalan kesamping kanan dan kiri) hingga sampai ke garis finish.
3. Jaran Kenca’ : Yaitu, tradisi yang biasa dilakukan saat ada acara mantenan. Di mana, pengantin pria menaiki kuda tersebut atau Jaran Kenca’ hingga sampai di depan rumah pengantin wanita.
Saat perjalanan ke rumah sang pengantin wanita, kuda atau Jaran Kenca’ terus berlenggak-lenggok (akenca’) mengikuti irama saronen (musik tradisional khas Madura).
4. Jaran Tandhang : Yaitu, kuda yang bisanya melakukan pertunjukan dengan cara yang tak biasa, (ale’pale’, nyemba, akal pokal ban laenna).
Biasanya, kuda ini aktif menghibur masyarakat dalam acara khitanan, hajatan atau acara besar.
Kuda juga terlihat diam dalam satu tempat saja. Artinya, tidak berlari atau berjalan dengan batas yang ditentukan.
“Biasanya, yang digelar oleh Pemkab Sumenep itu adalah Jaran Tandhang, bukan namanya Jalan Kenca’ atau Jaran Serek,” kata Tadjul.
Jika digarisbawahi, Tadjul mengatakan, bahwa Pemkab Sumenep keliru dalam memaknai tradisi saat kuda dikompetisikan.
Dengan kata lain, salah menempatkan kata Jaran Serek yang digelar sebagai festival dengan tradisi yang seharusnya dilangsungkan menggunakan kuda. (En/kara)